BPOM Ancam Cabut Izin Apotek yang Jual Antibiotik Tanpa Resep

photo author
- Sabtu, 30 November 2024 | 09:01 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar usai konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 1 November 2024 (Istimewa/jangkauindonesia.com)
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar usai konferensi pers di Jakarta pada Jumat, 1 November 2024 (Istimewa/jangkauindonesia.com)

 

KALTENGLIMA.COM - Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM RI ungkap bahwa tren resistensi atau kekebalan terhadap antibiotik mulai meningkat. Berdasarkan hasil pemantauannya, terdapat lumayan banyak sarana layanan kefarmasian yang menjual antibiotik tanpa adanya resep dokter.

"Di Indonesia berturut-turut peningkatannya, dari 2021 hingga 2023 ada sekitar 79,5 persen apotek yang memberikan antibiotik tanpa resep. Artinya cuma 20 persen yang pemakaiannya sesuai dengan indikasi," info Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, dalam konferensi pers Jumat (29/11/2024).

Angka tersebut diperkirakan meningkat di 2024. Alasannya, BPOM telah meminta apoteker untuk mematuhi regulasi pemberian antibiotik.

Baca Juga: Oppo Find X8 Series Perdana Dijual di Indonesia, Berikut Deretan Bonusnya

"BPOM sebagai lembaga yang mengusut ini menjadi lembaga penelitian kami, kita punya hak cara pemberian layanan nanti kita bisa cabut, ini warning," tegasnya.

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional memungkinkan adanya kemungkinan resistensi, yaitu kondisi saat infeksi bakteri tidak lagi dapat disembuhkan dengan antibiotik. Apabila tren ini terus berkelanjutan, BPOM memperkirakan dalam 10 tahun kedepan resistensi bahkan terjadi juga pada antibiotik generasi baru.

Selanjutnya, dr Arifianto, SpA(K), mengingatkan bahwa anak-anak merupakan kelompok paling rentan sebagai penerima risiko resistensi antibiotik. Pasien dengan resistensi antibiotik tak jarang harus menerima perawatan intensif di rumah sakit.

Baca Juga: Dikarenakan Bakteri ‘Kebal’ Antibiotik, Warga +62 Meninggal Tiap 4 Menit

"Kuman yang sudah tidak mempan diberikan antibiotik golongan pertama, bahkan sampai ketiga, akhirnya bayi-bayi ini meninggal bukan karena kondisi tadi misalnya prematurnya, atau paru-parunya belum bertahan, tetapi karena kuman 'kebal' antibiotik yang nebeng semasa perawatan," jelasnya.

dr Arifianto juga ungkap bahkan memungkinkan jika dunia medis akan menghadapi 'post antibiotic era' atau keadaan dimana ketika tidak ada satupun antibiotik yang efektif untum digunakan. Ini terjadi saat bakteri-bakteri sudah resisten terhadap semua antibiotik yang ada.

dr Robert Sinto dari Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) berpendapat bahwa dampak lain resistensi ini yaitu antimikroba. Proyeksi dua tahun lalu mencatat ada 150 ribu kematian akibat resistensi antimikroba.

Baca Juga: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 10 Persen Saat Nataru, Intip Daftar 19 Lokasi Bandara

"Yang artinya, setiap 4 menit ada satu orang meninggal karena antimikroba," ungkapnya dalam diskusi awam, Jumat (29/11/2024).

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Wanda Hanifah Pramono

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Berapa Panjang Usus Halus Orang Dewasa dan Fungsinya?

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:55 WIB

Bahaya Kebiasaan Mengunyah Es Batu bagi Kesehatan Gigi

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:18 WIB
X