KALTENGLIMA.COM - Manusia merupakan makhluk yang sangat sosial. Pikiran mengalami rasa bahagia ketika mendapatkan pengakuan dari orang lain dan merasa tidak nyaman ketika mengalami penolakan sosial. Peringkat sosial yang rendah juga selalu berhubungan dengan isu-isu kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.
Sukar untuk dapat memastikan apakah individu dengan masalah mental benar-benar mengalami kesulitan dalam memperoleh penerimaan dari orang lain. Namun, salah satu elemen yang erat kaitannya dengan interaksi dan penerimaan sosial adalah humor.
"Membuat orang lain tertawa adalah cara yang bisa diandalkan dan efisien untuk disukai oleh orang lain," kata ahli saraf Dean Burnett dikutip dari BBC Science Focus, Sabtu (19/7/2025).
Baca Juga: Dua Pengedar Sabu Ditangkap di Serang, Dikendalikan oleh Narapidana dari Dalam Penjara
Secara logis, ini bisa menjadi bentuk demi mendapatkan penerimaan. Mereka yang mengalami gangguan kesehatan mental juga lebih terdorong dalam menggunakan cara itu dan akhirnya mahir dalam humor.
Pernahkah kamu mendengar bahwa orang-orang yang lucu cenderung mengalami depresi? Nyatanya, ada kebenaran di balik pernyataan itu.
Fenomena ini berkaitan erat dengan paradoks badut sedih, yang merujuk pada hubungan antara individu-individu yang menghibur dan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.
Menurut IFL Science, dalam buku yang berjudul Pretend the World Is Funny and Forever: A Psychological Analysis of Comedians, Clowns, and Actors oleh Seymour dan Rhoda Fisher, para peneliti menemukan bahwa orang-orang paling lucu sering kali berasal dari latar belakang sosial dan ekonomi yang kurang beruntung. Mereka cenderung mengambil peran sebagai 'badut kelas' di sekolah sebagai cara untuk mengatasi stres dan kecemasan.
Penelitian juga menunjukkan pola aneh dalam hubungan keluarga di kalangan orang yang humoris. Para komedian melaporkan bahwa mereka sering memiliki hubungan yang positif dengan ayah, sementara sosok ibu sering dianggap kritis, agresif, dan kurang bersikap keibuan. Pola ini juga terlihat pada studi terhadap komedian pemula di sekolah.
Baca Juga: MKGR Akan Gelar Munas Akhir Agustus, Ketum Adies Kadir: Satukan Kembali yang Terpecah
Dalam bidang ilmiah, humor kini diakui sebagai salah satu kekuatan karakter. Psikologi positif, yang mempelajari aspek-aspek baik dalam diri manusia, menyatakan bahwa humor dapat digunakan untuk membawa kebahagiaan, mempererat hubungan, hingga mengurangi stres.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika selera humor yang tajam sering kali berasal dari pengalaman masa lalu yang sulit sebagai upaya untuk bertahan. Namun, hal ini tidak selalu menjadikan individu yang lucu selamat dari beban mental yang diakibatkan oleh pengalaman hidupnya.
Artikel Terkait
Pimpin Rakor Bersama Pemkab Barito Utara, Wamendagri Ribka Tekankan Pentingnya Sinergi Antar Sektor Menjamin Kesiapan PSU
Sebaiknya Hindari Mengonsumsi Kopi pada 4 Waktu Ini, Bisa Berpengaruh pada Kesehatan
5 Tanda 'Tersembunyi' Gagal Ginjal yang Sering Tak Dikenali
Geger! Koper Berisikan Senpi dan Granat Ditemukan di Kos Jaksel, Tim Gegana Turun Tangan
Ingin Sembunyikan Foto dan Video Sensitif di Android Tanpa Aplikasi Tambahan? Simak Caranya di Sini!