KALTENGLIMA.COM - Donor darah merupakan kegiatan yang memberikan banyak manfaat, baik bagi pendonor maupun penerima.
Selain membantu menyelamatkan nyawa orang lain, donor darah juga diketahui dapat menurunkan risiko penyakit jantung, hipertensi, hingga membantu mengurangi kadar zat besi berlebih pada penderita hemokromatosis.
Meskipun demikian, tidak semua orang diperbolehkan mendonorkan darahnya karena adanya kondisi kesehatan tertentu yang dapat membahayakan diri sendiri maupun penerima darah.
Baca Juga: Terlalu Sering Minum Paracetamol? Waspadai Efek Samping Ini
Beberapa kelompok orang yang tidak diperbolehkan donor darah antara lain ibu hamil, karena kebutuhan zat besi yang meningkat selama kehamilan dapat memicu anemia jika dilakukan donor.
Anemia pada ibu hamil berisiko mengganggu perkembangan janin serta meningkatkan risiko kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.
Ibu menyusui juga tidak disarankan mendonorkan darah, karena dapat mengganggu produksi ASI dan menyebabkan efek samping seperti mual, pusing, hingga anemia.
Baca Juga: Retinol untuk Pemula: Usia Minimal dan Tips Aman Perawatannya
Selain itu, penderita penyakit jantung, terutama yang pernah mengalami serangan jantung, stroke, atau sedang menjalani pengobatan, tidak dianjurkan melakukan donor karena berisiko memperburuk kondisi kesehatan mereka.
Pengidap penyakit infeksi aktif seperti tuberculosis (TB), pneumonia, HIV, hepatitis B dan C, serta infeksi menular seksual lainnya juga dilarang menjadi pendonor darah karena potensi penularan penyakit melalui darah.
Bahkan, bagi pengidap hepatitis B dan C yang telah sembuh sekalipun, donor darah tetap tidak diperbolehkan karena adanya risiko virus masih tertinggal di dalam tubuh.
Baca Juga: Fakta Medis: Minum Obat dengan Teh Bisa Pengaruhi Efeknya?
Oleh karena itu, penting untuk memahami kondisi tubuh sebelum melakukan donor darah demi menjaga keamanan dan kesehatan semua pihak yang terlibat.