Ia menyebutkan bahwa sejak kejadian banjir bandang, tidak ada inisiatif dari gubernur atau bupati untuk berdialog dengan warga.
Meski demikian, pihak adat menyatakan akan menyikapi persoalan ini secara hukum.
Baca Juga: Stabilkan Harga Bahan Pangan dan Pokok, Pemkab Barut Fasilitasi Kerjasama Kemitraan Antara Bumdesa
Salah satu alasan kuat penolakan dari masyarakat adalah karena kawasan TWA Megamendung dianggap sebagai tanah ulayat yang dulunya ditetapkan sebagai hutan lindung oleh pemerintah kolonial Belanda, dan oleh sebab itu, mereka tetap mengklaim kawasan tersebut sebagai bagian dari wilayah adat mereka.
Artikel Terkait
WNI yang Dievakuasi dari Iran Berterima Kasih ke Pemerintah: Sekarang Aman
WNI Ceritakan Lelahnya Proses Evakuasi dari Iran Lewat Jalur Darat, Total 6 Hari
Tegaskan Tak Ada Kebijakan Beri Bahan Mentah, BGN : 1 SPPG Salah Interpretasi
Ending Drama Dimas Anggara Gampar Keisha Alvaro