KALTENGLIMA.COM - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 500 narapidana di Indonesia yang masih menunggu pelaksanaan eksekusi hukuman mati.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham, Dhahana Putra, menjelaskan bahwa keterlambatan pelaksanaan hukuman tersebut terjadi karena belum adanya aturan yang mengatur secara jelas waktu dan tata cara eksekusi pidana mati.
Ia menyebut kondisi ini sebagai bentuk ketidakpastian hukum yang menimbulkan beban psikologis berat bagi para terpidana.
Baca Juga: Mendikdasmen Naikkan Insentif Guru Honorer Jadi Rp400 Ribu per Bulan Mulai 2026
Dhahana mengungkapkan bahwa pemerintah kini tengah memproses Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati, yang dalam waktu dekat akan diserahkan Presiden Prabowo Subianto kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Dalam RUU tersebut, diatur bahwa pelaksanaan eksekusi pidana mati harus dilakukan paling lama 30 hari sejak penetapan pelaksanaan putusan, di tempat tertutup dan terbatas, serta diutamakan di lokasi di mana terpidana menjalani pembinaan.
Selain itu, pemberitahuan pelaksanaan eksekusi akan disampaikan kepada pihak keluarga, presiden, Mahkamah Agung, advokat, serta lembaga terkait seperti Komnas HAM dan kepolisian.
Baca Juga: Artis Onad Disebut Korban Penyalahgunaan Narkoba oleh Polisi
Lebih lanjut, Dhahana menjelaskan bahwa presiden memiliki kewenangan memberikan pertimbangan terhadap pelaksanaan pidana mati.
Jika dalam waktu 90 hari setelah keputusan pelaksanaan pidana mati diterima presiden tidak ada keputusan perubahan menjadi pidana penjara seumur hidup, maka perubahan tersebut akan dianggap sah secara hukum.
Ia menegaskan bahwa kehadiran RUU ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum serta memastikan pelaksanaan hukuman mati tetap berlandaskan prinsip hak asasi manusia.
Baca Juga: Onadio Leonardo Ditangkap: Ditemukan Ganja dan Barang Bukti Ini di Lokasi
Meski demikian, Dhahana menambahkan bahwa dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026, pidana mati tidak lagi menjadi hukuman pokok, melainkan hukuman alternatif.
Dalam KUHP baru, pidana mati akan dijadikan sebagai opsi terakhir, sejajar dengan hukuman penjara seumur hidup atau 20 tahun, untuk memastikan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia tetap mengedepankan aspek kemanusiaan dan keadilan.
Artikel Terkait
Diduga Aniaya Bawahan, Wakil Bupati Pidie Jaya Dilaporkan ke Pihak Berwajib
Usai Insiden Pohon Tumbang Maut, DKI Siapkan Langkah Tegas: Tebang Semua Pohon Tua!
Tambang Emas Ilegal di Gorontalo Longsor, 2 Pekerja Tewas
Viral Mobil Berlogo Badan Gizi Nasional Angkut Babi, BGN Lapor Polisi