Namun, penyerapan zat besi non-heme dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat meningkatkan atau menghambat penyerapannya.
Jika anak mengalami kekurangan zat besi, berbagai gangguan kesehatan dapat muncul, di antaranya kesulitan berkonsentrasi, menurunnya prestasi akademik, kulit pucat, tubuh lemah dan mudah lelah, nafsu makan berkurang, daya tahan tubuh menurun, serta terganggunya pertumbuhan dan perkembangan anak.
Untuk mengatasi masalah ini, dr. Dian memaparkan hasil simulasi yang dilakukan terhadap 150 anak usia 1-3 tahun dengan asupan zat besi di bawah 80% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Baca Juga: FDA Umumkan Penarikan Produk Skincare, La Roche-Posay Masuk dalam Daftar
Simulasi tersebut melibatkan pemberian satu porsi berbagai jenis susu, baik susu cair maupun susu pertumbuhan, guna membandingkan kontribusi zat besi serta nutrisi lainnya yang terkandung di dalamnya.
Ia juga menekankan bahwa perkembangan otak anak sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang dikonsumsi.
Selain DHA, zat besi merupakan mikronutrisi penting yang harus terpenuhi dalam lima tahun pertama kehidupan anak. Nutrisi ini berperan besar dalam mengoptimalkan kecerdasan, terutama dalam hal fokus dan memori belajar.
Baca Juga: Mana yang Lebih Sehat? Ini Potongan Ayam dengan Protein Terbaik
Oleh karena itu, orang tua diimbau untuk lebih waspada terhadap risiko kekurangan zat besi pada anak.
Jika tidak ditangani dengan cepat, defisiensi zat besi dapat menghambat perkembangan psikomotorik anak dan mengganggu daya pikirnya.
Untuk memastikan tumbuh kembang anak yang optimal, penting bagi orang tua untuk memberikan asupan zat besi yang cukup melalui makanan sehari-hari serta mengoptimalkan penyerapan zat besi dalam tubuh.