Udara Pegunungan yang Tipis Dapat Memicu Hipertensi Paru, Pendaki Perlu Waspada

photo author
- Sabtu, 29 November 2025 | 09:00 WIB
Ilustrasi mendaki gunung
Ilustrasi mendaki gunung

KALTENGLIMA.COM - Hipertensi paru merupakan kondisi serius yang sering tidak terdeteksi karena gejalanya menyerupai kelelahan biasa.

Gangguan ini terjadi ketika tekanan darah di pembuluh darah paru meningkat, sehingga jantung bagian kanan harus bekerja lebih keras untuk mengalirkan darah ke paru-paru.

Kondisi tersebut dapat dipicu oleh berbagai faktor, mulai dari penyakit bawaan hingga kondisi lingkungan tertentu, termasuk paparan udara dengan kadar oksigen rendah.

Baca Juga: BGN Salurkan 1.500 Paket MBG untuk Warga Terdampak Bencana di Sumatera Utara

Menurut penjelasan dr. dr. Hary Sakti Muliawan, Ph.D., Sp.JP, Subsp.PRKv.(K), Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RSUI, aktivitas di dataran tinggi dapat menjadi salah satu pencetus hipertensi paru, terutama pada orang-orang yang memiliki faktor risiko.

Udara di ketinggian memiliki kadar oksigen lebih rendah sehingga memicu peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru dan memaksa jantung kanan bekerja lebih keras.

Meskipun demikian, tidak semua pendaki atau pencinta kegiatan di pegunungan akan mengalami kondisi ini.

Baca Juga: Kasus Baru HIV di Kota Malang Capai 300 Sepanjang 2025

Risiko hipertensi paru cenderung lebih tinggi pada individu dengan penyakit jantung bawaan, gangguan autoimun seperti lupus, masalah paru seperti TBC atau asma, serta ibu hamil.

Pada kelompok berisiko, aktivitas fisik di dataran tinggi dapat memperberat kondisi dan menimbulkan gejala. Beberapa tanda yang perlu diwaspadai meliputi sesak napas setelah aktivitas ringan, kelelahan berlebihan, dan pembengkakan setelah pendakian.

Gejala tersebut tidak boleh diabaikan, dan pemeriksaan oleh dokter spesialis jantung maupun paru menjadi penting untuk memastikan diagnosis serta menentukan langkah penanganan yang tepat.

Baca Juga: Benarkah Gemuk Turunan Tidak Bisa Kurus? Simak Fakta Penelitian

Bagi pasien yang memiliki risiko tinggi, evaluasi kondisi fisik perlu dilakukan sebelum menentukan intensitas dan jenis olahraga.

Proses ini melibatkan pengukuran kapasitas fisik, yang kemudian disesuaikan agar aktivitas tetap aman dilakukan.

Dokter Hary juga menekankan pentingnya konsultasi di fasilitas kesehatan yang memiliki kemampuan penilaian lengkap sehingga program aktivitas dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Laili Rukhmina

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Berapa Panjang Usus Halus Orang Dewasa dan Fungsinya?

Rabu, 17 Desember 2025 | 22:55 WIB

Bahaya Kebiasaan Mengunyah Es Batu bagi Kesehatan Gigi

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:18 WIB
X