KALTENGLIMA.COM - Pola makan rendah karbohidrat semakin banyak diterapkan karena terbukti memberikan sejumlah manfaat bagi kesehatan.
Salah satu manfaat utamanya adalah membantu menurunkan kadar gula darah dan insulin, yang sangat bermanfaat dalam mencegah resistensi insulin dan risiko diabetes tipe 2.
Selain itu, pola makan ini juga membantu mengelola berat badan, meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL), serta menurunkan risiko terjadinya peradangan kronis yang menjadi faktor utama berbagai penyakit degeneratif.
Baca Juga: Fakta di Balik Minuman Kemasan dan Risiko Kerusakan Ginjal
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menjelaskan bahwa pengaturan pola makan dengan mengurangi konsumsi karbohidrat sambil meningkatkan asupan protein dan lemak sehat dapat membantu menekan tingkat peradangan kronik dalam tubuh.
Ia menekankan bahwa kondisi inflamasi yang berlangsung terus-menerus ini sering menjadi pencetus berbagai gangguan kesehatan yang bersifat menahun.
Dalam pengamatan tim penelitiannya, perubahan pola makan pada anak-anak terbukti dapat mempengaruhi respons peradangan mereka secara nyata.
Baca Juga: 5 Tanda Tubuh Terlalu Banyak Gula yang Perlu Diwaspadai
Piprim menyoroti bahwa anak-anak selama ini cenderung mengonsumsi makanan yang tinggi gula dan karbohidrat, namun rendah kandungan protein dan lemak, yang justru dapat memicu terjadinya peradangan.
Salah satu pendekatan yang diterapkan adalah Modified Atkins Diet, yaitu variasi dari diet ketogenik yang tetap menekankan asupan tinggi protein dan lemak serta kalori yang memadai, tetapi dengan kandungan karbohidrat yang sangat rendah.
Pola makan ini diterapkan dalam riset disertasinya terhadap anak-anak yang akan menjalani operasi besar, seperti operasi untuk kelainan jantung bawaan.
Baca Juga: Dokter Harvard Bagikan Tips Awet Muda dengan Minum Air Lemon Rutin
Hasil dari penerapan diet rendah karbohidrat selama dua minggu sebelum operasi menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti diet ini memiliki tingkat inflamasi yang lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak menjalaninya. Dengan demikian, risiko peradangan pascaoperasi juga dapat dikurangi secara signifikan.